Kaltim Live! Jakarta – Fenomena “Kabur Aja Dulu” tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Tren ini mengajak anak muda untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri, baik dalam bentuk pekerjaan maupun studi. Berbagai influencer turut menyuarakan pengalaman mereka, sehingga tagar #KaburAjaDulu semakin viral dan menjadi perdebatan di ranah digital.
Menanggapi fenomena ini, Prof. Dr. Bagong Suyanto, Drs., M.Si, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), menyebut bahwa fenomena “Kabur Aja Dulu” adalah bagian dari gerakan digital yang memanfaatkan media sosial sebagai ruang aksi.
“Wacana tagar #KaburAjaDulu merupakan gerakan yang muncul di era perkembangan digital. Mereka memanfaatkan media sosial untuk membangun kesadaran masyarakat agar lebih peduli terhadap isu-isu politik dan ekonomi. Aksi digital ini sering kali memiliki dampak yang lebih luas dibandingkan aksi di jalanan,” ujar Prof. Bagong yang dikutip dari website Unair.
Fenomena ini dikaitkan dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Prof. Bagong menjelaskan bahwa setiap gerakan selalu memiliki latar belakang yang kuat, seperti kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah, tindakan aparat, atau ketimpangan ekonomi.
Tren “Kabur Aja Dulu” muncul seiring meningkatnya biaya pendidikan, minimnya lapangan kerja, serta rendahnya tingkat upah di Indonesia. Banyak warganet mengunggah informasi mengenai kesempatan kerja dan studi di luar negeri dengan tagar ini. Hal ini menunjukkan keinginan sebagian masyarakat untuk mencari alternatif kehidupan yang lebih baik di luar negeri.
Tagar #KaburAjaDulu awalnya muncul di media sosial X dan dengan cepat menyebar di berbagai platform lainnya. Influencer turut berperan dalam menyuarakan pengalaman mereka di luar negeri, memberikan tips, serta membagikan informasi tentang beasiswa, lowongan kerja, dan pelatihan bahasa asing.
Banyak pihak menilai tren ini sebagai bentuk kritik terhadap kondisi domestik yang kurang kondusif bagi generasi muda. Sementara itu, ada pula yang menganggapnya sebagai motivasi untuk meningkatkan kualitas diri agar lebih kompetitif di kancah global.
Fenomena “Kabur Aja Dulu” bukan sekadar tren sesaat, tetapi mencerminkan kondisi sosial yang lebih dalam. Media sosial berperan sebagai alat penyebaran informasi dan kesadaran masyarakat tentang peluang yang ada di luar negeri. Pemerintah dan pemangku kebijakan perlu melihat fenomena ini sebagai refleksi atas berbagai isu dalam negeri, terutama dalam sektor pendidikan, ketenagakerjaan, dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan berkembangnya tren ini, muncul pertanyaan besar: Apakah ini hanya sekadar keinginan individu untuk berkembang, atau justru sinyal bahwa ada masalah struktural yang perlu segera diperbaiki di Indonesia?.(Kaltim Live)