Kisah Sukses Kelompok Tani Aspakusa Makmur Boyolali Tembus Pasar Modern

Sayuran segar yang dipasarkan kelompok tani ke ritel modern.

Kaltim Live! Boyolali – Siapa sangka, dari sekumpulan ibu-ibu rumah tangga di Boyolali lahir sebuah kelompok tani yang kini menjelma menjadi pemasok produk sayur dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan. Kelompok yang menamakan diri Aspakusa Makmur Boyolali ini kini tak hanya menghidupi anggotanya, tetapi juga menjadi wajah baru kemandirian petani perempuan di Jawa Tengah.

“Awalnya sederhana, hanya ibu-ibu yang ingin membantu perekonomian keluarga,” tutur Dwi Lestari Puji Astuti, ketua Aspakusa Makmur Boyolali, saat ditemui di rumah produksi mereka. Kini, dari tangan-tangan terampil para ibu, lahirlah pasokan sayur segar yang mengalir hingga Kudus, Semarang, Jogja, Solo, bahkan Surabaya.

Cikal bakal Aspakusa Makmur tak lepas dari program kerja sama pertanian bilateral Taiwan–Indonesia yang dimulai pada 1997. Dari berbagai daerah yang terlibat, hanya Boyolali yang mampu bertahan hingga kini. Tepat pada 10 November 2005, kelompok ini resmi terbentuk, lalu menjadi mandiri pada 2010, dan dua tahun kemudian mendapat pengakuan dari Bupati Boyolali.

Seiring waktu, Aspakusa Makmur berkembang pesat. Mereka tak lagi hanya menanam asparagus dan kucai, melainkan merambah ke 80–100 jenis sayuran, termasuk okra yang tengah populer. “Kuncinya adalah inovasi dan penguatan SDM. Kami rutin adakan pelatihan agar petani tidak hanya pintar di lahan, tapi juga di pemasaran,” jelas Dwi Lestari.

Saat ini, kapasitas produksi kelompok mencapai 1–2 ton sayur segar setiap panen, atau setara satu truk penuh dalam sepekan. Dengan sistem seleksi kualitas yang ketat, setiap sayuran dikemas rapi dalam karung standar agar layak masuk pasar besar.

“Kalau kualitasnya bagus, harga juga bagus. Itu artinya petani dapat keuntungan lebih, dan operasional bisa terus berjalan,” tambah Ningsih, Manajer Pemasaran Aspakusa Makmur.

Tak hanya menjual, mereka juga aktif mengikuti pameran dan promosi untuk mengenalkan produk baru sekaligus mengedukasi masyarakat. Dalam jangka pendek, fokus mereka memperkenalkan varian sayuran baru, sementara jangka menengah diarahkan pada inovasi budidaya dan penguatan rantai hulu–hilir pertanian.

“Kami awalnya dari petani-petani tersebut, seperti Asparagus, Kucay dan sayuran. Tetapi, (seiring) berjalan lebih banyak jenis sayurannya. Sayur yang di produksi (Dikemas) kurang lebih ada 80-100 jenis item sayuran,” katanya.

Saat ini, Aspakusa Makmur juga menjadi mitra binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Solo. Dukungan ini membuat kelompok semakin percaya diri dalam menggarap pasar modern. BI membantu mereka menyalurkan hasil produksi ke ritel-ritel modern, sekaligus membekali dengan kemampuan mengemas sayuran agar tampak lebih menarik dan memiliki nilai jual lebih tinggi.

“Peluang pasar ritel sangat besar, dan kami ingin petani mampu menembus pasar itu dengan produk yang bersih, segar, dan berkemasan layak,” terang Ningsih.

Kisah Aspakusa Makmur kerap menjadi contoh bagi kelompok tani di sekitar Boyolali. Dari total 214 petani yang terlibat sejak awal program, Aspakusa kini menjadi satu-satunya kelompok yang masih eksis. Konsistensi, inovasi, dan manajemen yang transparan membuat kelompok ini tetap bertahan.

“Petani itu tidak boleh hanya menunggu tengkulak. Kami belajar menembus pasar sendiri. Dari sinilah ibu-ibu bisa berdaya, tidak hanya membantu dapur, tapi juga membangun masa depan pertanian Boyolali,” pungkas Dwi Lestari.

Dengan omzet yang kini menembus ratusan juta rupiah, Aspakusa Makmur Boyolali membuktikan bahwa perempuan bukan sekadar pelengkap dalam dunia tani, tetapi justru motor penggerak kemandirian ekonomi desa.(Kaltim Live)

TAG:

TRENDING

Pilihan Editor

Berita Lainnya