Kaltim Live! Samarinda – Lewat alunan nada petikan gambus, Syarifuddin berupaya menjaga tradisi. Pria paro baya dari Kutai Kartanegara, yang akrab disapa Katal itu sudah puluhan tahun menjadi pengrajin gambus Kutai.
“Mun main gambus, banyak dah yang kawa. Tapi mun molah, nah… itu yang mulai langka (kalau bermain gambus, banyak yang sudah bisa. Tapi, jika membuatnya, nah, itu yang mulai langka),” ujar Katal saat menjadi narasumber dalam kegiatan Belajar Bersama Maestro Musik Gambus, Selasa (23/09/2025) di Gedung Rinjani UPTD Taman Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Timur.
Baca berita Kaltim Live! Aie Natasha Raih Global Changemaker Award, Angkat Isu SDM dan Lingkungan
Saat memaparkan di hadapan puluhan pelajar SMA dan sanggar seni budaya, Katal membuka kisah perjalanan hidupnya. Keahliannya membuat gambus ia warisi dari sang ayah, yang juga dikenal sebagai pengrajin gambus dengan sapaan “Om Bom.”
Sejak kecil, Katal sudah akrab dengan kayu, alat pahat, dan suara khas petikan gambus. Dari warisan itulah ia merasa terpanggil untuk menjaga tradisi agar tidak hilang.
Ketika ditanya peserta apakah sulit mempelajari keterampilan ini, Katal tersenyum. Baginya mengenal, mempelajari hingga membuat alat music tradisional ini tidak sulit asal mau belajar dan menekuninya dengan giat.
“Kalau bagi saya tidak sulit, tapi mungkin bagi sebagian orang agak susah. Terutama dalam membuatnya, harus tahu dulu bagaimana menentukan mal,” jelasnya.
Ia menuturkan, mal adalah bagian penting dalam proses pembuatan gambus. Kayu nangka biasanya butuh sekitar satu minggu untuk dibentuk, sementara kayu plai hanya lima hari. Proses inilah yang menentukan kualitas suara dan daya tahan alat musik.
Baca berita Kaltim Live! Kisah Sukses Kelompok Tani Aspakusa Makmur Boyolali Tembus Pasar Modern
Memasuki sesi praktik, Katal mengajak peserta melihat lebih dekat proses pembuatan, menyentuh kayu yang sedang dibentuk, hingga mencoba memetik senar gambus. Antusiasme pelajar terlihat jelas ketika mereka menyimak setiap detail yang dijelaskan.
Bagi Katal, regenerasi adalah kunci. Jika tidak ada anak muda yang mau belajar membuat gambus, lama-lama akan punah. Lebih jauh, Katal membuka pintu bagi siapa pun yang ingin belajar darinya.
“Kalau ada anak muda yang mau belajar ke rumah saya, silakan saja. Saya senang hati mengajar, tidak ada biaya. Banyak juga anak PKL atau magang yang sudah belajar ke saya. InsyaAllah saya ajari sampai bisa,” ungkapnya.
Gambus Kutai sendiri telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kemendikbudristek pada 19 Agustus 2024. Instrumen ini erat kaitannya dengan musik tingkilan, yang merupakan perpaduan pantun dan petikan bernuansa Melayu yang identik dengan Tari Jepen.
Alat musik Gambus Kutai biasanya menggunakan tujuh senar nilon, tiga di antaranya berpasangan ganda dengan satu senar tebal sebagai penguat nada.
Meski tantangan modernisasi kian besar, upaya pelestarian terus digalakkan. Salah satunya dengan pelatihan, pengaransemen lagu tradisi, hingga ruang pembelajaran seperti program Belajar Bersama Maestro ini.
Sebab, gambus bukan hanya alat musik, melainkan warisan hidup yang terus dirajut. Lewat nada dan kayu yang dibentuk, tradisi hanya akan bertahan jika ada yang mau belajar dan meneruskan. (Kaltim Live)