Kaltim Live! Samarinda – Ekowisata atau ecotourism yang dimiliki Kalimantan Timur, tak sekadar potensi alam yang bisa dengan mudah dinikmati setiap orang.
Banyak aspek yang bisa menjadikan ekowisata yang berdaya saing dan bernilai edukasi dan ekonomi tinggi.
“Ekowisata tidak hanya destinasi (daya tarik), tetapi ada edukasi. Ada story (cerita) dibalik daya tarik di dalamnya,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Sri Wahyuni saat Marfish Seminar Series 01 Danau Kakaban di Gedung Profesor Dr H Masjaya Universitas Mulawarman Samarinda, beberapa waktu lalu.
Bahkan diungkapnya, tidak sedikit ekowisata terkait aset (benda/satwa) purbakala di suatu daerah, sehingga perlu literasi untuk menikmatinya.
“Selain masyarakat lebih mengerti kawasan yang dikunjungi. Juga, perlindungan terhadap aset itu sendiri agar tidak terganggu bahkan hilang dan punah,” bebernya.
Baca berita Kaltim Live! Wisata Alam di Kaltim Harus Lebih Seru
Demikian potensi ekowisata untuk Pulau Kakaban dengan ubur-uburnya yang memiliki keunikan tersendiri dan tidak ada di negara lain.
“Kalau di Maluku ada moluska, maka di Kaltim ada ubur-ubur yang bisa menjadi cikal bakal geopark di kawasan laut,” jelasnya.
Ubur-ubur di Kakaban Kabupaten Berau, ujarnya, salah satu satwa purbakala jutaan tahun lalu yang masih berevolusi dan bertahan hingga saat ini.
Sekda Sri pun mencontohkan negara Nepal yang membatasi (seleksi dan tarif tertentu) bagi orang datang berkunjung untuk menikmati destinasi wisatanya.
“Bayangkan, orang harus rela antri sampai lebih 3 bulan, baru bisa masuk ke Nepal untuk mengunjungi kawasan ekowisata di sana,” ungkapnya.
Baca berita Kaltim Live! Jaga Ekosistem Mangrove, Jadikan Tempat Wisata dan Pusat Pendidikan
Menurut Sekda, kebijakan yang diberlakukan Nepal juga bisa dibuat di Indonesia. Khususnya Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk Pulau Kakaban.
“Kenapa perlu ada pembatasan dan seleksi? Ini terkait daya dukung Kakaban sebagai kawasan ekowisata,” tegasnya.
Karenanya, penting literasi bahwa ubur-ubur Pulau Kakaban memiliki value yang sangat tinggi dari nilai konservasi, sejarah dan edukasi.
“Ecotourism (ekowisata) tidak bisa disetarakan dengan mass tourism (wisata massal). Karena ada nilai-nilai dan daya dukung yang harus dijaga,” pungkasnya. (Kaltim Live)