Kaltim Live! Balikpapan – Ketika sebagian besar masyarakat menengah ke bawah masih memandang asuransi sebagai “barang mewah”, Indonesia Financial Group (IFG) justru ingin membalik pandangan itu. Bagi holding BUMN sektor asuransi dan penjaminan ini, asuransi bukan lagi produk pilihan, melainkan kebutuhan dasar untuk menciptakan gaya hidup aman, sebuah fondasi bagi ketahanan ekonomi keluarga.
Langkah IFG dalam memperluas literasi dan inklusi asuransi tak berhenti pada kampanye edukatif semata. Holding yang menaungi Jasa Raharja, Jasindo, Askrindo, dan IFG Life ini tengah mengorkestrasi strategi besar: edukasi yang memberdayakan, inovasi produk yang mudah diakses, dan kolaborasi lintas sektor yang berkelanjutan.
Sekretaris Perusahaan IFG, Denny S. Adji, menegaskan, literasi menjadi jantung dari seluruh upaya inklusi. IFG hadir langsung ke komunitas keluarga muda, pelaku UMKM, dan sektor syariah untuk menjelaskan asuransi secara praktis, bukan teoretis.
“Kepercayaan publik tidak bisa dibangun dengan jargon. Kami ajak masyarakat melihat sendiri bagaimana asuransi melindungi usaha kecil dari musibah, atau menjaga masa depan keluarga saat risiko datang,” ujarnya belum lama ini.
Melalui simulasi nyata dan edukasi lapangan, masyarakat mulai memahami bahwa perlindungan finansial bukan sekadar polis, tetapi jaminan keberlanjutan hidup.
Dalam konteks ekonomi inklusif, inovasi produk menjadi ujung tombak. IFG mengembangkan konsep “asuransi sachet”— produk mikro dengan premi terjangkau namun manfaat luas. Contohnya, LifeSAVER dari IFG Life yang melindungi risiko kecelakaan dengan premi mulai Rp25.000 per bulan. Ada pula
Third Party Liability (TPL) dari Jasa Raharja Putera yang memberikan perlindungan bagi pengemudi atau pemilik kendaraan dari kerugian akibat kecelakaan.
Selain terjangkau, produk ini didesain agar mudah diakses secara digital, tanpa proses birokratis yang rumit.
IFG menyadari, inklusi tak akan tercapai tanpa kolaborasi. Karena itu, ekosistem IFG menggandeng regulator, BUMN lain, pemerintah daerah, hingga sektor swasta dan fintech untuk memperluas jangkauan produk asuransi.
Salah satu terobosan terbesarnya adalah aplikasi “One by IFG”, super-app keuangan inklusif yang mengintegrasikan berbagai layanan asuransi, investasi, hingga konsultasi kesehatan daring.
“Melalui One by IFG, nelayan di pesisir bisa mendaftarkan diri untuk asuransi jiwa tanpa harus datang ke kantor. Proses klaim pun cukup unggah dokumen lewat ponsel,” jelasnya.
Digitalisasi ini bukan sekadar efisiensi, melainkan cara IFG menjembatani kesenjangan geografis dan literasi, membuat asuransi lebih manusiawi dan personal.
Inklusi tanpa data hanya menjadi wacana. Di sinilah IFG Progress memainkan peran penting. Lembaga riset ini menjadi “mata dan telinga” IFG dalam memetakan literasi, perilaku, dan kesenjangan inklusi asuransi di Indonesia.
Hasil kajiannya tidak hanya menjadi dasar strategi internal, tapi juga menjadi referensi bagi regulator dan akademisi dalam menyusun kebijakan publik di sektor asuransi dan penjaminan.
IFG mempraktikkan inklusi sebagai bentuk gotong royong ekonomi. Sinergi dengan pemerintah daerah dan Kementerian Pertanian, misalnya, melahirkan program Asuransi Petani dan Nelayan melalui Jasindo. Sementara kerja sama bancassurance dengan Bank Mandiri, BTN, dan Bank Sulselbar menghadirkan proteksi jiwa bagi nasabah KPR.
Dengan pendekatan ini, IFG memosisikan diri bukan hanya sebagai pelaku industri, tapi sebagai “orchestrator” ekosistem inklusi keuangan nasional.
Menariknya, IFG menyeimbangkan misi sosial dengan keberlanjutan bisnis jangka panjang melalui prinsip Sustainable and Inclusive Growth.
Keuntungan bukan satu-satunya tujuan; dampak sosial menjadi ukuran utama keberhasilan.
Melalui program Kindness to Progress, IFG telah mengimplementasikan tanggung jawab sosial berkelanjutan di berbagai desa sejak 2022. Dampaknya nyata: skor Social Return on Investment mencapai 4,99 dengan nilai ekonomi bersih Rp1,63 miliar, memberi manfaat bagi lebih dari 3.000 warga.
Program literasi keuangan lewat distribusi buku ke 34 provinsi dan kegiatan sukarelawan karyawan juga memperkuat peran sosial korporasi di masyarakat.
Sejalan dengan arah OJK, IFG menargetkan peningkatan kualitas inklusi, bukan sekadar kuantitas. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK), indeks literasi asuransi naik menjadi 45,45% dan inklusi mencapai 28,5% pada 2025—lonjakan signifikan dari lima tahun sebelumnya.
“Fokus kami bukan hanya memperbanyak polis, tapi membangun pemahaman. Masyarakat yang paham asuransi akan menjadi konsumen yang percaya, dan itu fondasi pertumbuhan industri yang sehat,” jelasnya.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, IFG mencoba menghadirkan rasa aman di tingkat domestik. Dengan pendekatan terintegrasi—edukasi, inovasi, dan kolaborasi—IFG berupaya menjadikan inklusi asuransi sebagai bagian dari agenda ekonomi nasional.
Karena di balik setiap polis yang terbit, ada satu keluarga yang lebih terlindungi. Dan di balik setiap literasi yang tumbuh, ada satu langkah menuju ekonomi yang lebih tangguh dan berkeadilan.(Kaltim Live)