Perlawanan Abdoel Moeis Hassan, Gubernur Keempat Kaltim

Abdoel Moeis Hasan semasa hidupnya. (Foto diedit oleh AI)

Si ‘Moeis Kecil’ yang Melawan Belanda, namun Tak Kunjung Dijadikan Pahlawan Nasional

Kaltim Live! – Abdoel Moeis Hassan, yang lahir di Samarinda pada 2 Juni 1924, adalah salah satu tokoh pergerakan yang tak kenal lelah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sekaligus membangun Kalimantan Timur. Lahir dari keluarga yang kental dengan semangat perjuangan, ia merupakan anak kelima dari Mohammad Hassan, seorang tokoh Sarekat Islam Samarinda. Lingkungan keluarga dan masyarakat di sekitar membuatnya tumbuh menjadi seorang pemuda yang penuh semangat nasionalisme sejak usia muda.

Karena hidup sezaman dengan Inche Abdoel Moeis dan untuk membedakan keduanya, orang-orang memanggil Abdoel Moeis Hassan dengan julukan “Moeis Kecil” sedangkan I.A. Moeis dengan “Moeis Tinggi”. Hal ini berdasarkan perbedaan postur antara keduanya.

Awal Perjalanan dan Semangat Kebangsaan

Pada usia 15 tahun, Moeis sudah menunjukkan kepedulian besar terhadap pergerakan nasional. Ia turut mendirikan organisasi pemuda bernama Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) pada Mei 1940. Organisasi ini berhaluan kebangsaan dan bertujuan membangkitkan rasa cinta tanah air di kalangan pemuda Samarinda. Ini adalah langkah awal Moeis dalam menanamkan semangat perjuangan kemerdekaan di Kalimantan Timur.

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, Moeis tidak berhenti memperjuangkan pendidikan rakyat. Bersama tokoh lain seperti A.M. Sangadji, ia mengaktifkan kembali Neutrale School dan mengubahnya menjadi Balai Pengadjaran dan Pendidikan Ra’jat (BPPR). Tujuan lembaga ini adalah meningkatkan kualitas pendidikan bagi rakyat Samarinda yang saat itu berada di bawah cengkeraman penjajah.

Peran dalam Proklamasi dan Pasca-Kemerdekaan

Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Moeis langsung bergerak untuk memastikan bahwa semangat kemerdekaan juga menyala di Kalimantan Timur. Ia mendirikan Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI) di Samarinda. Panitia ini bertugas untuk menyebarluaskan informasi tentang kemerdekaan Indonesia kepada rakyat Kalimantan Timur dan menggalang dukungan untuk pemerintahan baru yang dipimpin oleh Sukarno-Hatta.

Moeis juga aktif membangun organisasi seperti Ikatan Nasional Indonesia (INI) Cabang Samarinda. Organisasi ini menjadi salah satu tonggak perjuangan melawan pendudukan Belanda yang mencoba kembali ke Indonesia melalui agresi militer. Dalam perannya sebagai pemimpin INI, Moeis memobilisasi rakyat Samarinda untuk menolak keberadaan Belanda dan mendukung pemerintahan Republik Indonesia.

Melawan Federasi Bentukan Belanda

Pada tahun 1947, Moeis menjadi ketua Front Nasional, sebuah koalisi berbagai organisasi yang mendukung Republik Indonesia di Kalimantan Timur. Di bawah kepemimpinannya, Front Nasional menentang keras pembentukan federasi negara-negara bagian oleh Belanda. Ia percaya bahwa federasi hanyalah taktik penjajah untuk memecah belah Indonesia.

Berkat perjuangan Moeis dan tokoh-tokoh lain, Keresidenan Kalimantan Timur berhasil berintegrasi sepenuhnya dengan Republik Indonesia pada 10 April 1950. Peristiwa ini menjadi momen bersejarah yang menunjukkan bahwa Kalimantan Timur adalah bagian tak terpisahkan dari Indonesia.

Jabatan Sebagai Gubernur Kalimantan Timur

Perjuangan Moeis tidak berhenti setelah pengakuan kedaulatan Indonesia. Pada tahun 1962, ia diangkat sebagai Gubernur Kalimantan Timur yang kedua. Selama masa jabatannya, ia menghadapi berbagai tantangan, termasuk gejolak politik dan sosial. Salah satu pencapaian besarnya adalah mencegah pembakaran Keraton Kutai oleh massa dan tentara pada tahun 1964. Keputusan ini tidak hanya menyelamatkan warisan budaya Kalimantan Timur, tetapi juga menunjukkan kebijaksanaannya sebagai seorang pemimpin.

Sebagai gubernur, Moeis juga mendorong pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan ekonomi di Kalimantan Timur. Ia percaya bahwa kemerdekaan harus diikuti dengan upaya nyata untuk meningkatkan taraf hidup rakyat.

Pengabdian Pasca-Gubernur

Setelah mengakhiri masa jabatannya sebagai gubernur pada tahun 1966, Moeis melanjutkan pengabdiannya kepada bangsa melalui berbagai peran. Ia menjadi anggota DPR RI yang mewakili Partai Nasional Indonesia (PNI) hingga tahun 1970. Pada masa ini, ia tetap vokal menyuarakan aspirasi rakyat Kalimantan Timur di tingkat nasional.

Setelah pensiun dari pegawai negeri sipil pada tahun 1976, Moeis tetap aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan intelektual. Ia menulis artikel dan buku yang berisi pandangannya tentang perjuangan, sejarah, dan masa depan bangsa.

Warisan dan Pengakuan

Abdoel Moeis Hassan meninggal dunia pada 21 November 2005, dalam usia 81 tahun. Meskipun telah tiada, warisannya sebagai pejuang kemerdekaan dan pembangun Kalimantan Timur tetap hidup. Banyak pihak, terutama masyarakat Kalimantan Timur, mengusulkan agar Moeis diakui sebagai Pahlawan Nasional. Seminar dan bedah buku yang diadakan pada 2 Juni 2018 menghasilkan kesimpulan bahwa ia memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar tersebut.

Moeis adalah simbol semangat juang tanpa henti, baik untuk kemerdekaan Indonesia maupun pembangunan daerahnya. Perjalanan hidupnya menginspirasi generasi muda untuk terus memperjuangkan keadilan, kemajuan, dan persatuan bangsa.

*) tulisan ini dibuat oleh Kecerdasan Buatan

Sumber lainnya : Wikipedia, Kompas

TAG:

TRENDING

Pilihan Editor

Berita Lainnya

Kaltim Live! adalah media berbasis online yang menawarkan perspektif berbeda untuk melihat Kalimantan Timur.

Copyright © 2024. Kaltim Live!